Sabtu, 10 April 2010

Kondisi Kerja Pelaut

Menurut International Transportworkers’ Federation (ITF), kerja pelaut sangat berat dan karenanya memerlukan kondisi kerja yang berlainan dengan pekerja sektor lainnya. Kapal layaknya satu pabrik. Tapi ia bergerak terus mengarungi samudera dengan menembus badai, menerjang ombak dan kadang dihadang gerombolan perompak (pirate). Pekerja di atasnya tentulah akan sangat terpengaruh dengan kondisi tersebut, baik fisik maupun mental.
Kalau sudah berhadapan dengan badai atau ombak yang menggunung, pilihan yang tersedia hanya dua, meninggal atau selamat. Pekerja di darat juga tidak luput dari kecelakaan, tapi peluang kematian masih juah lebih kecil dibanding pelaut.
Kini, dengan makin canggihnya teknologi di atas kapal yang berujung pada makin sedikitnya jumlah pelaut yang dibutuhkan untuk mengawakinya, beban itu makin bertambah. Jika sebelumnya seorang pelaut mengurusi satu pekerjaan tertentu, ia sekarang harus bisa mengerjakan pekerjaan lain dalam waktu hampir bersamaan. Kelelahan luar biasa merupakan dampak yang tidak dapat dihindari oleh pelaut.
Keadaan akan makin parah jika ia bekerja di atas kapal berbendera kemudahan (flag of convenience/FOC). Di kapal ini mereka dipekerjakan dengan sangat berat tapi dengan gaji yang sangat minim, malah ada yang tidak mendapat bayaran sama sekali. Menurut organisasi yang bermarkas di London itu, negara yang termasuk kelompok FOC adalah, antara lain, Antigua and Barbuda, Bahamas, Barbados, Liberia dan Perancis (second register).
Kalau pun pelaut mendapat waktu istirahat, saat seperti itu tidak terlalu banyak memberi dampak kepada mereka. Pasalnya, tempat istirahat masih di lokasi yang sama dengan tempat bekerja. Inilah faktor yang memengaruhi kondisi mental tadi. Jika pun mereka turun ke darat waktu yang tersedia tidak cukup untuk bersantai dengan cara yang normal. Pelaut biasanya berada di satu pelabuhan paling lama tiga hari selanjutnya berlayar.

Indonesia Masih Butuh 2.000 Pelaut

Indonesia masih membutuhkan sekitar 2.000 pelaut hinga 2011. Angka itu belum termasuk tenaga perwira yang diperkirakan mencapai 500 personil.
Menteri Perhubungan Jusman Sjafii Djamal saat melantik 785 perwira ahli kemarin mengatakan, tingginya kebutuhan itu menyusul pelaksanaan azas cabotage atau kewajiban kapal mengunakan berbendera Indonesia.
“Pelaksanaan azas cabotage itu bukan hanya kapalnya tapi juga awak kapal dan tenaga perwira harus asli pelaut Indonesia,” kata Menhub.
Menhub membenarkan banyak tenaga pelaut Indonesia dari tingkat klasi hingga pewira lebih senang bekerja di kapal asing karena pendapatannya jauh lebih besar ketimbang bekerja di perusahaan pelayaran nasional, apalagi banyak perusahaan kapal asing sudah memboking pelaut Indonesia ketika mereka masih mengikuti sekolah pendidikan.